Perbandingan Standar Baku Mutu Udara Ambien Nasional Indonesia dan Filipina
Sumber: [1]
Mereduksi tingkat pencemaran udara di Filipina harus dilakukan karena Filipina memiliki tingkat populasi penduduk yang cukup tinggi. Pihak yang membuat aturan mengenai standar kualitas udara ambien di Filipina adalah Environmental Management Bureau (EMB), yang secara struktural berada di bawah DENR.
Baik Indonesia maupun Filipina tidak memiliki data parameter untuk PM2.5 pada standar kualitas udara ambien karena biaya perawatan dan operanalnya yang relatif mahal. Dapat dilihat pada tabel 2 di atas, banyak Negara berkembang lainnya yang juga tidak memiliki data parameter PM 2.5 (Brunei, Kamboja, Laos, Myanmar, Malaysia, Vietnam, dan lain-lain). Namun pengukuran parameter TSP sudah mencakup PM2.5 dan PM10 yang memiliki ukuran partikel lebih kecil.
Untuk pengukuran PM10 dan TSP, Indonesia memiliki standar yang sama dengan Filipina, kecuali untuk waktu pengukuran 1 tahun di Filipina. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa Filipina juga mempertimbangkan efek jangka panjangnya yang dapat menyebabkan efek kronik (akumulasi). Baru-baru ini ada penelitian yang menyebutkan bahwa partikel solid yang berukuran lebih kecil dapat menimbulkan risiko kesehatan yang lebih tinggi, namun pada umumnya montoring kualitas udara di Filipina masih terfokus kepada pengukuran TSP.
Indonesia memiliki standar kualitas udara untuk parameter SO2 sebesar 900 µg/m3 untuk waktu pengukuran 1 jam yang dapat menimbulkan efek akut. Untuk waktu pengukuran 24 jam, Filipina memiliki aturan yang lebih ketat dibanding Indonesia.
Pada parameter NO2, Indonesia dan Filipina memiliki standar yang sama pada waktu pengukuran 24 jam karena Filipina tidak memiliki standar dengan waktu pengukuran 1 jam dan 1 tahun. Standar O3 di Filipina memiliki aturan yang lebih ketat dibanding standar di Indonesia. Hal ini dapat dilihat pada standar di Indonesia yang memiliki nilai standar hampir 2 kali lipat dari nilai standar O3 di Filipina. Untuk parameter CO, ke-2 negara tidak memiliki perbedaan yang terlalu jauh. Sampai saat ini, tidak ada rencana untuk merevisi standar yang berlaku.
Metode pengukuran tidak dapat dibandingkan karena metode pengukuran parameter kualitas udara Filipina tidak ditemukan.
Standar kualitas udara Indonesia terbentuk sekitar 20 tahun setelah standar kualitas udara Filipina.
Sumber: [2]
Daftar Pustaka
Diakses pada tanggal 4 Maret 2014 pukul 16.00
[2] http://www.aecen.org/sites/default/files/forums/2012/GHG%20-%20AQ%20Standards%20in%20Asia_KPATDU_23Mar2012.pdf Diakses pada tanggal 4 Maret 2014 pukul 16.10
Perbandingan Standar Baku Mutu Udara Ambien Nasional Indonesia dan Pakistan
Sumber: [1]
Pakistan merupakan salah satu Negara Asia yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat. Tingginya tingkat pertumbuhan ekonomi ini lantas diikuti dengan meningkatnya permintaan pelayanan terutama di daerah perkotaan. Akibat tingkat populasi yang begitu tinggi di Pakistan, standar kualitas udara ambien diperlukan untuk menghindari efek-efek buruk yang dapat ditimbulkan akibat pencemaran udara.
Hampir semua parameter dipergunakan untuk mempertimbangkan efek jangka panjang dan efek jangka pendek. Pakistan memiliki aturan yang lebih ketat untuk parameter PM2.5 sebagai aksi reaktif dari tingginya pertumbuhan ekonomi Negara tersebut. Untuk parameter PM10, Pakistan memiliki nilai yang sama dengan Indonesia pada waktu pengukuran 24 jam namun Pakistan tidak memiliki waktu pengukuran 1 tahun. Sedangkan jika ditinjau dari parameter TSP, aturan yang ditetapkan Indonesia (230 µg/m3)lebih ketat dibandingkan Pakistan (500 µg/m3) pada rentang waktu pengukuran 24 jam.
Pakistan memiliki standar kualitas udara spesifik untuk parameter SO2 pada pembangkit listrik tenaga batu bara dan minyak bumi termasuk limit untuk emisi buangannya. Standar spesifik untuk SO2 dibagi dalam 4 kategori, yaitu unpolluted, moderately polluted (low), moderately polluted (high), dan very polluted. Berikut merupakan tabel standar kualitas udara spesifik SO2 pada pembangkit listrik tenaga batu bara dan minyak bumi.
Sumber: [1]
Baku mutu SO2 di Pakistan memiliki nilai yang lebih rendah dibanding Indonesia untuk waktu pengukuran 24 jam, begitu pula nilai baku mutu untuk parameter NO2 dan O3. Untuk parameter CO, nilai standar baku mutu Pakistan 3 kali lebih rendah dari standar baku mutu Indonesia. Akibat adanya fuel extraction di Pakistan, pemerintah Pakistan menetapkan standar kualitas udara yang ketat.
Sumber: [2]
Aturan mengenai standar kualitas udara ambien di Indonesia (1999) sudah ditetapkan sekitar 10 tahun lebih dulu dibanding standar di Pakistan.
Ada beberapa metode pengukuran yang digunakan baik di Indonesia dan Pakistan untuk mengukur konsentrasi baku mutu udara ambien, seperti High Volume Method, Non Dispersive Infra-Red (NDIR) untuk mengukur parameter CO, dan metode ASS untuk mengukur konsentrasi Pb. Namun untuk parameter PM10 dan PM2.5, tiap Negara menggunakan metode yang berbeda untuk mengukur konsentrasinya, Indonesia menggunakan High Volume Method dan Pakistan menggunakan β Ray Absorption Method.
Tabel Standar Baku Mutu Udara Ambien Nasional Pakistan
Sumber: [3]
Tabel Standar Baku Mutu Udara Ambien Nasional Indonesia
Sumber: [2]
Daftar Pustaka
Diakses pada 4 Maret 2014 pukul 16.15
Diakses pada 4 Maret 2014 pukul 16.15
Diakses pada 4 Maret 2014 pukul 16.20